Selasa, 04 September 2012

Kerajaan Kutai

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “MAKALAH KIMIA TENTANG MINYAK BUMI”. Makalah ini berisikan tentang macam-macam danau.Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.Amin. Cilegon,Agustus 2012 Penyusun BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Letak geografis Kerajaan Kutai yang berada menjorok ke daerah pedalaman,menyebabkan Kutai menjadi tempat yang menarik sebagai persinggahan bagi para pedagang dari Cina dan India. Hal inilah yang menyebabkan pengaruh Hindu masuk ke Kutai, serta membuat kegiatan perdagangan menjadi bagian dari kehidupanmasyarakat Kutai.Letak dari Kutai yang berada disekitar aliran Sungai Mahakam merupakan potensiyang besar bagi penduduk Kutai untuk melakukan kegiatan bertani.Masyarakat di kerajaan Kutai tertata, tertib, dan teratur. Hal ini disebabkan olehadanya sistem pemerintahan raja. Selain itu mereka juga sangat menjaga akar tradisi budaya nenek moyangnya. Dalam kaitan ini, mereka melestarikan tradisimegalithikum melalui pembuatan tiang batu (yupa) untuk mengenang apa yang mereka buat. B. Rumusan Masalah 1. Menjelaskan apa itu kerajaan kutai ? 2. Menyebutkan raja raja dari kerajaan kutai 3. Menjelaskan hasil budaya kerajaan kutai C. Tujuan 1. Memahami tentang kerajaan kutai 2. Menjelaskan sebab kejayaan dan keruntuhannya BAB II ISI Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan Kutai diperkirakan muncul pada abad 5 M atau ± 400 M. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur (dekat kota Tenggarong), tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menggambarkan kerajaan tersebut. Nama Kutai diberikan oleh para ahli karena tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini. Karena memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh akibat kurangnya sumber sejarah. Keberadaan kerajaan tersebut diketahui berdasarkan sumber berita yang ditemukan yaitu berupa prasasti yang berbentuk yupa / tiang batu berjumlah 7 buah. Yupa yang menggunakan huruf Pallawa dan bahasa sansekerta tersebut, dapat disimpulkan tentang keberadaan Kerajaan Kutai dalam berbagai aspek kebudayaan, antara lain politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Adapun isi prasati tersebut menyatakan bahwa raja pertama Kerajaan Kutai bernama Kudungga. Ia mempunyai seorang putra bernama Asawarman yang disebut sebagai wamsakerta (pembentuk keluarga). Setelah meninggal, Asawarman digantikan oleh Mulawarman. Penggunaan nama Asawarman dan nama-nama raja pada generasi berikutnya menunjukkan telah masuknya pengaruh ajaran Hindu dalam Kerajaan Kutai dan hal tersebut membuktikan bahwa raja-raja Kutai adalah orang Indonesia asli yang telah memeluk agama Hindu. A. SISTEM POLITIK KERAJAAN KUTAI Dalam kehidupan politik seperti yang dijelaskan dalam yupa bahwa raja terbesar Kutai adalah Mulawarman, putra Aswawarman dan Aswawarman adalah putra Kudungga. Dalam yupa juga dijelaskan bahwa Aswawarman disebut sebagai Dewa Ansuman/Dewa Matahari dan dipandang sebagai Wangsakerta atau pendiri keluarga raja. Hal ini berarti Asmawarman sudah menganut agama Hindu dan dipandang sebagai pendiri keluarga atau dinasti dalam agama Hindu. Untuk itu para ahli berpendapat Kudungga masih nama Indonesia asli dan masih sebagai kepala suku, yang menurunkan raja-raja Kutai. Dalam kehidupan sosial terjalin hubungan yang harmonis/erat antara Raja Mulawarman dengan kaum Brahmana, seperti yang dijelaskan dalam yupa, bahwa raja Mulawarman memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana di dalam tanah yang suci bernama Waprakeswara. Istilah Waprakeswara–tempat suci untuk memuja Dewa Siwa di pulau Jawa disebut Baprakewara. Gambar : Prasasti Yupa Mulawarman Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari cara penulisannya. Kundungga adalah pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja) yang datang ke Indonesia. Kundungga sendiri diduga belum menganut agama Budha. Aswawarman Aswawarman mungkin adalah raja pertama Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah satunya adalah Mulawarman. Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur. Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya. Nama-Nama Raja Kutai: o Maharaja Kundungga, gelar anumerta Dewawarman o Maharaja Asmawarman (anak Kundungga) o Maharaja Mulawarman o Maharaja Marawijaya Warman o Maharaja Gajayana Warman o Maharaja Tungga Warman o Maharaja Jayanaga Warman o Maharaja Nalasinga Warman o Maharaja Nala Parana Tungga o Maharaja Gadingga Warman Dewa o Maharaja Indra Warman Dewa o Maharaja Sangga Warman Dewa o Maharaja Candrawarman o Maharaja Sri Langka Dewa o Maharaja Guna Parana Dewa o Maharaja Wijaya Warman o Maharaja Sri Aji Dewa o Maharaja Mulia Putera o Maharaja Nala Pandita o Maharaja Indra Paruta Dewa o Maharaja Dharma Setia B. KEHIDUPAN MASYARAKAT KERAJAAN KUTAI Kehidupan sosial di Kerajaan Kutai merupakan terjemahan dari prasasti-prasasti yang ditemukan oleh para ahli. Diantara terjemahan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Masyarakat di Kerajaan Kutai tertata, tertib dan teratur. 2. Masyarakat di Kerajaan Kutai memiliki kemampuan beradaptasi dengan budaya luar (India), mengikuti pola perubahan zaman dengan tetap memelihara dan melestarikan budayanya sendiri. Kehidupan ekonomi di Kutai, tidak diketahui secara pasti, kecuali disebutkan dalam salah satu prasasti bahwa Raja Mulawarman telah mengadakan upacara korban emas dan tidak menghadiahkan sebanyak 20.000 ekor sapi untuk golongan Brahmana. Tidak diketahui secara pasti asal emas dan sapi tersebut diperoleh. Apabila emas dan sapi tersebut didatangkan dari tempat lain, bisa disimpulkan bahwa kerajaan Kutai telah melakukan kegiatan dagang. Jika dilihat dari letak geografis, Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India. Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian. Sementara itu dalam kehidupan budaya dapat dikatakan kerajaan Kutai sudah maju. Hal ini dibuktikan melalui upacara penghinduan (pemberkatan memeluk agama Hindu) yang disebut Vratyastoma. Vratyastoma dilaksanakan sejak pemerintahan Aswawarman karena Kudungga masih mempertahankan ciri-ciri keIndonesiaannya, sedangkan yang memimpin upacara tersebut, menurut para ahli, dipastikan adalah para pendeta (Brahmana) dari India. Tetapi pada masa Mulawarman kemungkinan sekali upacara penghinduan tersebut dipimpin oleh kaum Brahmana dari orang Indonesia asli. Adanya kaum Brahmana asli orang Indonesia membuktikan bahwa kemampuan intelektualnya tinggi, terutama penguasaan terhadap bahasa Sansekerta yang pada dasarnya bukanlah bahasa rakyat India sehari-hari, melainkan lebih merupakan bahasa resmi kaum Brahmana untuk masalah keagamaan. Gambar : Peta Kerajaan Kutai Peninggalan budaya kerajaan kutai Ketopong (mahkota) Sultan Kutai Kartanegara Ketopong Sultan Kutai Ketopong atau mahkota Sultan Kutai ini terbuat dari emas dengan berat hampir 2 kg. Saat ini, Ketopong Sultan Kutai disimpan di Museum Nasional Jakarta. Pedang Sultan Kutai Pedang Kerajaan Kutai ini terbuat dari emas padat. Pada gagang pedang terukir seekor harimau yang sedang siap menerkam, sementara pada ujung sarung pedang dihiasi dengan seekor buaya. Pedang Sultan Kutai ini dapat dilihat di Museum Nasional, Jakarta. ________________________________________ Kalung Ciwa Kalung yang terbuat dari emas ini diketemukan oleh penduduk di sekitar Danau Lipan, Kecamatan Muara Kaman pada masa pemerintahan Sultan Aji Muhammad Sulaiman (1850-1899). Oleh penduduk kalung ini diserahkan kepada Sultan, yang kemudian dijadikan perhiasan kerajaan dan digunakan Sultan pada waktu diadakan pesta adat Erau dalam rangka ulang tahun penobatan Sultan sebagai Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Kalung Uncal Kalung Uncal Kalung Uncal yang merupakan atribut dari Kerajaan Kutai Martadipura (Mulawarman) ini digunakan oleh Sultan Kutai Kartanegara setelah Kerajaan Kutai Martadipura berhasil ditaklukkan dan dipersatukan dengan Kerajaan Kutai Kartanegara. Terbuat dari emas 18 karat dengan berat 170 gram. Kalung ini dihiasi dengan relief cerita Ramayana. Menurut sejarah, kalung Uncal tersebut kemungkinan berasal dari India. Dalam bahasa India kalung ini disebut Unchele dan di dunia ini hanya terdapat 2 buah atau satu pasang, yakni sebuah untuk pria dan sebuahnya lagi untuk wanita. Kalung Uncal yang saat ini ada di India hanya sebuah saja. Menurut keterangan salah seorang duta India yang berkunjung ke Tenggarong pada tahun 1954, kalung Uncal yang ada di Kutai ini sama bentuk, rupa dan ukurannya dengan kalung Unchele yang ada di India. Sehingga, ada kemungkinan bahwa Raja Mulawarman Nala Dewa merupakan salah seorang keturunan dari Raja-Raja India di masa silam dan membawa kalung Uncal tersebut ke daerah Kutai ini. Kura-Kura Mas Menurut riwayat, datanglah ke pusat Kerajaan Mulawarman beberapa rombongan perahu dari negeri Cina yang dipimpin oleh seorang Pangeran yang ingin meminang salah seorang Putri Raja yang bernama Aji Bidara Putih. Setelah lamaran diterima, sang Pangeran mengantarkan barang-barang pertanda kesungguhannya untuk memperistri sang putri berupa perhiasan dari emas dan intan, termasuk diantaranya adalah Kura-Kura Mas tersebut. Tali Juwita Tali juwita adalah simbul dari sungai Mahakam yang mempunyai 7 buah muara sungai dan 3 buah anak sungai (sungai Kelinjau, Belayan dan Kedang Pahu). Tali Juwita ini terbuat dari benang yang banyaknya 3x7 helai, kemudian dikuningi dengan kunyit untuk dipakai dalam upacara adat Bepelas. Keris Bukit Kang Keris ini adalah tusuk konde dari Aji Putri Karang Melenu, permaisuri Raja Kutai Kartanegara yang pertama yakni Aji Batara Agung Dewa Sakti. Menurut legenda Kutai, bayi perempuan yang kemudian diberi nama Aji Putri Karang Melenu ini ditemukan dalam sebuah gong bersama-sama dengan Keris Bukit Kang dan sebuah telur ayam. Gong ini terletak pada sebuah balai dari bambu kuning. Balai tersebut terletak diatas tanduk seekor binatang aneh yang disebut Lembu Swana yang muncul di perairan Kutai Lama. Kelambu Kuning Berbagai benda yang menurut kepercayaan mengandung magis ditempatkan dalam kelambu kuning, yakni: a. Kelengkang Besi Pada suatu hari ketika hujan panas, petinggi yang tinggal di sungai Bengkalang (Kecamatan Long Iram) yang bernama Sangkareak mendengar suara tangisan bayi. Setelah dicari akhirnya ditemukannya seorang bayi berada dalam suatu wadah yang disebut kelengkang besi. b. Tajau (Guci/Molo) Tajau atau tempayan ini dipergunakan untuk mengambil air ketika hendak memandikan Aji Batara Agung Dewa Sakti untuk pertama kalinya. c. Gong Raden Galuh Tempat Aji Putri Karang Melenu bersama Keris Bukit Kang diketemukan. Gong besar ini disebut juga Gong Maharaja Pati. d. Gong Bende (Canang Ponograh) Gong kecil ini dipukul bilamana ada sesuatu yang akan diumumkan kepada khalayak. e. Arca Singa Noleh Konon, arca Singa Noleh awal mulanya adalah seekor binatang hidup yang sedang memakan beras lempukut yang baru ditumbuk oleh seorang wanita. Wanita tersebut marah dan binatang tersebut jatuh, terus menjadi batu bercampur porselein seperti keadaannya sekarang. f. Keliau Aji Siti Berawan Keliau atau perisai ini adalah yang selalu dipakai oleh Aji Siti Berawan, keluarga dari dari Sultan Kutai Kartanegara. Aji Siti Berawan disebut pahlawan wanita karena selalu mempertahankan kerajaan dari serangan musuh. Mandau yang dipakainya dinamakan Mandau Piatu. g. Sangkoh Piatu Sangkoh (lembing) ini dipakai pada waktu Erau dan dikaitkan pada tali Juwita dan kain Cinde. h. Sangkoh Buntut Yupa Lembing ini penjelmaan dari seekor ular yang diketemukan di ujung pulau Yupa oleh seorang penduduk kampung sekitar pulau tersebut. Singgasana Sultan Kutai Kartanegara Singgasana Sultan Setinggil / Singgasana yang dipakai Sultan Aji Muhammad Sulaiman maupun yang dipakai Sultan Aji Muhammad Parikesit, berikut payung, umbul-umbul, dan geta (peraduan pengantin Kutai Keraton). Meriam Sapu Jagat dan Meriam Gentar Bumi Kedua meriam yang dianggap memiliki kekuatan daya sakti ini digunakan Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa untuk menundukkan Kerajaan Kutai Martadipura di Muara Kaman. Meriam Aji Entong Meriam buatan VOC ini awalnya ditempatkan di daerah muara sungai Mahakam, tepatnya di Terantang (Kecamatan Anggana), untuk berjaga-jaga dan menghadapi musuh yang datang melalui selat Makassar. Meriam Sri Gunung Meriam Sri Gunung inilah yang dipakai Awang Long gelar Pangeran Senopati untuk menembak armada kapal Inggris dan Belanda yang menyerang Tenggarong pada tahun 1844. Tombak Kerajaan Majapahit Tombak-tombak tua dari Kerajaan Majapahit yang tersimpan di Museum Mulawarman membuktikan adanya hubungan sejarah antara Kerajaan Kutai Kartanegara dengan Kerajaan Majapahit. Keramik Kuno Tiongkok Ratusan koleksi keramik kuno dari berbagai dinasti di Cina yang tersimpan di ruang bawah tanah Museum Mulawarman membuktikan telah adanya perdagangan yang ramai antara daerah Kutai dengan daratan Cina di masa lampau. Gamelan Gajah Prawoto Seperangkat gamelan yang terdapat di Museum Mulawarman berasal dari pulau Jawa, begitu pula topeng-topeng, beberapa keris, pangkon, barang-barang perak maupun kuningan, serta wayang kulit membuktikan adanya hubungan yang erat antara Kerajaan Kutai Kartanegara dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa semenjak jayanya Majapahit SISTEM KEPERCAYAAN Menurut Coedes ketika India kehilangan sumber emasnya di Siberia melalui Baktria, suku-suku di Asia Tengah mencari berbagai macam jalan untuk melakukan penemuan emas, salah satunya dengan mengimpor emas. Ketika impor emas yang terjadi di India itu mengancam kestabilan keuangan di daerah tersebut, maka ketika masa Kaisar Vespasianus impor itu dihentikan. Sebagai jalan lain para pencari tersebut mencari emas kearah timur India. Di satu sisi J.C van Leur menyebutkan perdagangan yang terjadi antara India-China-Nusantara terjadi sebelum masehi. Maka orang India tersebut bisa sampai didaerah Nusantara. Ketika jalur perdagangan hanya melewati Sumatera-Jawa, justru penghasil emas yang signifikan adalah Kalimantan, salah satunya adalah daerah Kutai Kalimantan Timur. Maka bukan tanpa alasan ketika orang India masuk ke pedalaman Kalimantan tersebut, semata-mata untuk mencari emas. Ketika interaksi yang berbentuk perdagangan tersebut terjadi, dimungkinkan interaksi tersebut menimbulkan suatu pertukaran kebiasaan, adat, bahkan menularkan sifat keagamaan yang terjadi ketika itu. Budha merupakan agama yang dianut orang India pada waktu itu, maka ketika Kerajaan Kutai berdiri, orang yang mendirikan agama tersebut adalah seorang budha, yaitu Kudungga. Pertumbuhan agama baru yang terajdi di India yaitu agama hindu, memiliki pengaruh kuat terhadap agama resmi di Kerajaan Kutai. Hal ini dapat dibuktikan dengan prasasti-prasasti yang ditemukan di Kalimantan Timur dan menunjukan abad 4 masehi itu, banyak menceritakan tentang kebaikan Raja Mulawarman yang memberikan ribuan hewan kepada kaum Brahmana. Akan tetapi pada pada beberapa prasasti yupa yang lain disebutkan, bahwa Mulawawarman adalah raja generasi ketiga yang beragama hindu. Dan generasi sebelumnya adalah Aswawarman (ayah Mulawarman) dan Kudungga (Kakek Mulawarman dan sebagai pendiri Kerajaan Kutai). Jadi bisa dikategorikan bahwa Kerajaan Kutai berdiri pada awal abad 4 dan ini sebelum berdirinya kerajaan Tarumanegara di Tatar Sunda MASA KEJAYAAN KERAJAAN KUTAI Kerajaaan Kutai berada pada massa pemerintahan RajaMulawarman. Hal ini dibuktikan dengan pemberian sedekah kepada kaum Brahmana berupa 20.000 ekor sapi. Jumlah 20.000 ekor sapi ini membuktikan bahwa pada masaitu kerajaan Kutai telah mempunyai kehidupan yang makmur dan telah mencapaimassa kejayaannya RUNTUHNYA KERAJAAN KUTAI Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara BAB III KESIMPULAN Masyarakat Kutai juga adalah masyarakat yang respon terhadap perubahan dankemajuan budaya. Hal ini dibuktikan dengan kesediaan masyarakat Kutai yangmenerima dan mengadaptasi budaya luar (India) ke dalam kehidupan masyarakat.Selain dari itu masyarakat Kutai dikenal sebagai masyarakat yang menjunjung tinggispirit keagamaan dalam kehidupan kebudayaanya. Penyebutan Brahmana sebagai pemimpin spiritual dan ritual keagamaan dalam yupa-prasasti yang mereka tulismenguatkan kesimpulan itu BAB IV PENUTUP Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya

0 komentar: